Wednesday, September 29, 2010

BI MENGHABISKAN DANA Rp10-15 TRILIUN UNTUK REDENOMINASI RUPIAH

Jakarta - Redenominasi rupiah yang sedang digodok Bank Indonesia (BI) diprediksi akan menelan dana yang cukup besar. Diperlukan dana hingga Rp 15 triliun untuk dapat menyederhanakan nominal rupiah dalam waktu yang tidak singkat.

"Berdasarkan kajian saya, project untuk redenominasi mencapai Rp 10-Rp 15 triliun," ujar Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis ketika berbincang dengan detikFinance di Jakarta, Jumat (13/08/2010).

Harry mengatakan, program yang menghabiskan dana besar adalah untuk proses sosialisasi dan pencetakan uang baru.

Selain itu, bank sentral juga harus menjaga kestabilan nilai tukar rupiah saat redenominasi rupiah. Dan menjaga stabilitas itu menurut Harry membutuhkan ongkos yang mahal.

"BI harus menjamin nilai rupiah tidak bergejolak dalam proses redenominasi ini, selain itu koordinasi dengan otoritas fiskal untuk menjaga inflasi tetap dibawah rata-rata merupakan hal yang perlu diperhatikan," paparnya.

Harry menuturkan, BI tidak bisa begitu saja terburu-buru melontarkan wacana redenominasi tanpa pembahasan dengan pemerintah. Mengingat efek yang ditimbulkan besar, sambung Harry, serta besarnya anggaran yang diperlukan maka akan menjadi poin penting dilakukan pembahasan terlebih dahulu bersama DPR.

"BI tidak bisa mengatur pemerintah dan DPR, saat ini bank sentral telah memainkan proses politik dimana dampaknya besar terhadap negara dan hal itu bisa berbahaya," ungkap Harry.

Dihubungi secara terpisah Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan mengatakan anggaran yang diperlukan untuk proses redenominasi hanyalah bersifat sementara. "Karena akan terbayar oleh manfaat yang didapatkan dari redenominasi tersebut," ujar Fauzi.

Fauzi mengakui, hal yang memakan waktu dan biaya adalah proses sosialisasi dan transisi dimana Indonesia akan menggunakan dua mata uang untuk sementara.

"Sosialisasi dilakukan konsisten selama 2 tahun. Kemudian setelah itu diperkenalkan mata uang rupiah baru dalam 2-4 tahun," jelasnya.

Belum lagi, lanjut Fauzi diperlukan pecahan baru dalam bentuk sen. Konsep sen ini digunakan sebagai pecahan terkecil dalam proses redenominasi.

"Namun terlepas dari semua itu, anggarannya tidak akan sebesar mem-bailout bank-bank sakit seperti yang terjadi di Eropa," jelas Fauzi.

Pada bagian lain, Fauzi menjelaskan akan lebih mudah jika Bank Indonesia dalam proses redenominasi ini menyederhanakan 2 angka nol. Jadi Rp 1 mata uang baru akan sama dengan Rp 100 mata uang lama dan sama dengan 100 sen baru.

"Hal ini sama dengan mata uang dolar dimana US$ 1 sama dengan 100 sen," katanya.

Penyederhanaan dua angka nol dinilai Fauzi akan leblih praktis dan mudah dimengerti masyarakat. Selain itu, Fauzi juga mengharapkan adanya mata uang baru.

"Guna mempermudah, redenominasi membutuhkan mata uang baru selain rupiah. Seperti negara Eropa yang menggunakan mata uang baru yakni Euro," tukasnya.

Seperti diketahui, BI akan melakukan redenominasi rupiah karena uang pecahan Indonesia yang terbesar saat ini Rp 100.000. Uang rupiah tersebut mempunyai pecahan terbesar kedua di dunia, terbesar pertama adalah mata uang Vietnam yang mencetak 500.000 Dong. Namun tidak memperhitungkan negara Zimbabwe, negara tersebut pernah mencetak 100 miliar dolar Zimbabwe dalam satu lembar mata uang.

BI akan mulai melakukan sosialisasi redenominasi hingga 2012 dan dilanjutkan dengan masa transisi. Pada masa transisi digunakan dua rupiah, yakni memakai istilah rupiah lama dan rupiah hasil redenominasi yang disebut rupiah baru. Redenominasi diharapkan bisa tuntas pada tahun 2022.

No comments:

Post a Comment

comentario